Polda NTT Tanggapi Aspirasi Aliansi Shalam Terkait Kasus Persetubuhan Anak dan Eksekusi Tanah di Kupang

Kupang, NTT — Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT) menerima kunjungan dari Aliansi Shalam (Sahabat Alam NTT) dan perwakilan keluarga Frans Foes di Ruang Bid Humas Polda NTT, Rabu (14/5), pukul 11.30–12.00 WITA. Kunjungan tersebut bertujuan menyampaikan aspirasi terkait penanganan kasus dugaan persetubuhan anak yang ditangani Polres Kupang, serta dugaan kriminalisasi dan eksekusi tanah warisan keluarga Foes di Kelurahan Batuplat, Kota Kupang.
Pertemuan ini dihadiri oleh Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol. Henry Novika Chandra, S.I.K, M.H., Kasat Intel Polresta Kupang Kota, Kasubbid Provost Polda NTT, Ps. Kaur 2 Subbid Penmas, Kasie Propam Polresta Kupang Kota, perwakilan dari Aliansi Shalam, keluarga Frans Foes, serta sejumlah jurnalis dari media lokal.
Dalam pernyataannya, Aliansi Shalam menyoroti dua hal utama. Pertama, mereka mendesak penanganan serius atas kasus dugaan persetubuhan anak yang dinilai lamban. Kedua, mereka menolak eksekusi lahan warisan milik keluarga Frans Foes yang dianggap tidak sesuai prosedur hukum, termasuk pemindahan makam keluarga tanpa izin yang dinilai melanggar hak asasi manusia.
Menanggapi hal tersebut, Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol. Henry Novika Chandra menyampaikan apresiasi atas penyampaian aspirasi yang dilakukan secara tertib dan terbuka. Ia menegaskan bahwa kepolisian akan tetap menjunjung tinggi profesionalitas dan netralitas dalam penanganan setiap perkara.
“Kami mengucapkan terima kasih atas kunjungan dan aspirasi yang disampaikan oleh Aliansi Shalam serta keluarga korban. Kami menjamin bahwa proses hukum berjalan secara adil, profesional, dan transparan,” ujar Kombes Pol. Henry Novika Chandra.
Terkait kasus dugaan persetubuhan anak, Kombes Pol. Henry menegaskan bahwa pelaku telah ditahan oleh Polres Kupang dan proses hukum sedang berjalan sesuai prosedur. Berkas perkara, kata dia, akan segera dilimpahkan ke kejaksaan dalam waktu 1–2 hari ke depan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut, apakah dinyatakan lengkap (P21) atau perlu perbaikan (P19).
“Kami pastikan kasus ini dikawal sampai ke persidangan agar memberikan efek jera bagi pelaku dan keadilan bagi korban. Ini komitmen kami terhadap perlindungan anak,” tegasnya.
Sementara itu, mengenai eksekusi lahan warisan keluarga Frans Foes, Kombes Henry menjelaskan bahwa perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) secara perdata. Oleh karena itu, pelaksanaan eksekusi menjadi kewenangan pengadilan dan tidak dapat diintervensi oleh kepolisian.
“Dari total 6.000 meter persegi, sekitar 3.000 meter persegi telah dieksekusi. Sisanya sedang dalam proses gugatan perdata lanjutan. Dalam sistem hukum, bila terdapat proses perdata dan pidana yang saling bersinggungan, maka proses perdata harus didahulukan,” jelasnya.
Mengenai keberadaan makam keluarga yang terdampak eksekusi, Polda NTT menegaskan bahwa pihak penerima hak melalui pengadilan memiliki kewajiban untuk menyediakan lokasi pemindahan makam. Jika hal ini diabaikan, maka dapat menjadi pertimbangan hukum di kemudian hari.
Kombes Henry juga menegaskan bahwa seluruh proses akan terus dipantau agar berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku.
“Kami menghargai peran aliansi sebagai kontrol sosial. Polda NTT terbuka untuk menerima masukan demi memastikan penegakan hukum tetap sesuai kode etik profesi,” pungkasnya.
Pertemuan ini diakhiri dengan penegasan kembali dari pihak Polda NTT bahwa institusinya akan tetap bersikap netral dan profesional dalam menangani setiap perkara hukum, serta berkomitmen menjaga keadilan bagi semua pihak.