Kasus Korupsi RSP Boking: Tiga Tersangka Ditahan Penyidik Ditreskrimsus Polda NTT, Total Ada Lima Tersangka yang Ditangkap

Kasus Korupsi RSP Boking: Tiga Tersangka Ditahan Penyidik Ditreskrimsus Polda NTT, Total Ada Lima Tersangka yang Ditangkap

Tribratanewsntt.com – Penyidik Subdit III/Tipikor Ditreskrimsus Polda NTT kembali melakukan tindakan hukum dengan menahan tiga orang tersangka terkait dengan kasus tindak pidana korupsi pembangunan gedung Rumah Sakit Pratama (RSP) Boking di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT).

Tiga tersangka yang ditahan oleh pihak kepolisian adalah AK, yang dikenal sebagai Agus, yang merupakan konsultan perencana, Ir MZ, yang juga dikenal sebagai Mardin alias Mardianto, yang merupakan kontraktor pelaksana dari PT Tangga Batujaya Abadi, serta HD, yang dikenal sebagai Hamka, dan merupakan konsultan pengawas.

Penahanan tersebut berlangsung setelah ketiga tersangka menjalani pemeriksaan tambahan di markas Polda NTT pada Senin, 23 Oktober 2023.

Sebelum ditahan, mereka menjalani pemeriksaan kesehatan di Klinik Turangga, di mana mereka didampingi oleh penasehat hukum dan penyidik Tipikor Ditreskrimsus Polda NTT.

Ketiganya telah dinyatakan sehat dan langsung dikenakan rompi tahanan sebelum dibawa ke ruangan Dit Tahti Polda NTT untuk menjalani penahanan pada Senin malam. Dengan penahanan ini, total ada lim tersangka yang ditahan oleh Polda NTT dalam kasus ini.

Sebelumnya, pada tanggal 13 Oktober 2023, polisi telah menahan dua tersangka, BY alias Barince, yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Kesehatan Kabupaten TTS, dan AFL alias Andre Feby Limanto, yang merupakan peminjam bendera dan kontraktor pelaksana. Para tersangka akan ditahan selama 20 hari ke depan.

Para tersangka ini disangkakan dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan yang merugikan keuangan negara dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda minimal Rp 200.000.000 dan maksimal Rp 1.000.000.000. Mereka juga disangkakan dengan pasal 3 Undang-undang yang sama, yang mengatur tindak pidana penyalahgunaan wewenang.

Berkas perkara untuk kelima tersangka dibuat menjadi 4 berkas, dengan perinciannya meliputi BY alias Barince, GA sebagai konsultan perencana, Ir MZ sebagai kontraktor pelaksana, AFL alias Andre sebagai peminjam bendera, dan HD alias Hamka sebagai konsultan pengawas.

Dari hasil penyelidikan dan penyidikan yang telah dilakukan, ditemukan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp 16.526.472.800 dalam proyek pembangunan RSP Boking. Proyek ini dimulai dengan kontrak perencanaan pada 30 Mei 2017 sebesar Rp 812.972.000 dengan masa pelaksanaan selama 90 hari kalender. Namun, pihak konsultan hanya melibatkan 5 tenaga ahli, padahal seharusnya melibatkan 17 orang.

Selain itu, produk perencanaan belum diserahterimakan ke Dinkes Kabupaten TTS, padahal sudah terbayarkan Rp 520.270.088 atau 40 persen dari nilai kontrak. Kontrak pelaksanaan senilai Rp 17.459.000.000 dilakukan pada bulan Agustus 2017 dan dimenangkan oleh PT Tangga Batu jaya Abadi. Namun, ada indikasi bahwa pekerjaan pembangunan di subkontrakkan oleh Ir MZ kepada Andre Febi Limanto, yang tidak sesuai dengan peraturan tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah. Meskipun pembayaran telah mencapai 100 persen sesuai dengan kontrak, beberapa pekerjaan utama tidak dilaksanakan oleh kontraktor pelaksana.

Selanjutnya, kontrak pengawasan senilai Rp 199.850.000 pada 16 Oktober 2017 juga mencurigakan, karena pengawasan tidak melibatkan tenaga ahli dan sudah terbayar 100 persen dari nilai kontrak.

Dalam proses hukum, telah dilakukan audit keteknikan oleh Politeknik Negeri Kupang, dan status kasus telah dinaikkan dari penyelidikan ke penyidikan. Polda NTT juga telah mendapat supervisi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI.

Polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk dokumen terkait, fee pinjam bendera sebesar Rp 292.000.000, dan bukti penyetoran ke kas daerah Kabupaten TTS sebesar Rp 181.700.000.

Rumah Sakit Pratama Boking, yang seharusnya memiliki 10 kamar pasien, satu kamar IGD, dan kantor, terletak di Kecamatan Boking, Kabupaten TTS, Provinsi NTT. KPK juga telah melakukan supervisi terkait kasus ini.

Proyek pembangunan RSP Boking dilakukan pada tahun anggaran 2017 dengan menggunakan anggaran dana alokasi khusus (DAK) dan dana alokasi umum (DAU) sebesar Rp 17,4 miliar. Proyek ini dikerjakan oleh PT Tangga Batu Jaya Abadi, sebuah perusahaan rekanan asal Pulau Jawa, yang memenangkan tender setelah bersaing dengan 19 perusahaan lainnya.

Namun, pengerjaan RSP Boking baru selesai pada akhir 2018 dan diresmikan pada Mei 2019 oleh Bupati TTS, Egusem Pieter Tahun. Sayangnya, saat diresmikan, sebagian bangunan rumah sakit sudah dalam kondisi rusak.

Kasus ini bermula setelah penyidik Unit Tipikor Satreskrim Polres TTS menerima laporan dugaan korupsi dalam pembangunan rumah sakit tersebut. Dalam proses penyidikan, ditemukan bahwa pembangunan RSP Boking tidak sesuai dengan spesifikasi, dan ada indikasi persengkongkolan sejak perencanaan proyek antara kuasa pengguna anggaran, pejabat pembuat komitmen, dan kontraktor pelaksana.

Terlebih lagi, PT Tangga Batu Jaya Abadi tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak, sehingga meminta perpanjangan kontrak, sementara sejumlah pekerjaan utama yang seharusnya dilakukan tidak dikerjakan oleh kontraktor pelaksana.

Ada dugaan kuat keterlibatan PT Indah Karya (persero), perusahaan besar yang terlibat dalam skandal kasus korupsi Boking, yang bertindak sebagai konsultan perencana. Penunjukan PT Tangga Batujaya Abadi sebagai pemenang tender melibatkan 19 peserta dan melibatkan sistem pengadaan melalui lelang umum pascakualifikasi dengan harga terendah. Harga kontraknya adalah Rp 17,46 miliar.

Penyidik juga telah memeriksa Bupati TTS saat itu, Egusem Pieter Tahun, yang memastikan bahwa dirinya tidak terlibat dalam kasus dugaan korupsi ini dan menjelaskan posisinya selama proyek tersebut dikerjakan.

Kasus ini terus berlanjut, dan pihak berwenang akan melanjutkan penyelidikan dan proses hukum untuk mengungkap seluruh fakta terkait dengan dugaan korupsi dalam pembangunan RSP Boking di Kabupaten TTS, NTT.