Membangun Kepercayaan Melalui Prinsip Ultimum Remedium

Dalam menjalankan tugasnya, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tak pernah lelah untuk terus berinovasi dan berbenah diri. Salah satu upaya nyata adalah dengan memegang teguh Asas Ultimum Remedium. Prinsip ini bukan sekadar doktrin hukum, melainkan cerminan dari jiwa keadilan yang bersemayam dalam setiap insan Bhayangkara.
Berdasarkan asas ini, hukum pidana seyogyanya menjadi upaya terakhir (ultimum remedium) dalam penegakan hukum. Ini berarti, sebelum menjatuhkan sanksi pidana, kita harus lebih dulu mengutamakan jalur-jalur non-pidana seperti mediasi, restorative justice, atau penyelesaian damai. Pendekatan ini adalah perwujudan dari kehadiran Polri yang humanis dan dekat dengan masyarakat, di mana penyelesaian masalah lebih diutamakan daripada sekadar penindakan.
Mengedepankan Hati Nurani dalam Penegakan Hukum
Prinsip ultimum remedium juga menjadi momentum untuk menyegarkan kembali wawasan setiap anggota Polri, terutama di Polda NTT. Ini adalah panggilan untuk menempatkan hati nurani di garis terdepan saat menjalankan tugas. Daripada langsung memidanakan, mari kita tanyakan pada diri sendiri: "Apakah ada cara lain yang lebih bijak dan adil untuk menyelesaikan kasus ini?"
Pendekatan ini bukan hanya menuntun kita pada penyelesaian yang lebih adil, tetapi juga memulihkan hubungan yang mungkin retak akibat perselisihan.
Dengan mengedepankan Asas Ultimum Remedium, kita tidak hanya menegakkan hukum, tetapi juga merawat keadilan dan kemanusiaan. Ini adalah momentum untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa Polri adalah pelayan, pelindung, dan pengayom sejati, yang kehadirannya senantiasa membawa solusi, bukan hanya sanksi.