Perpol Nomor 7 Tahun 2022: Penerapan Kode Etik Profesi dalam Kasus PTDH Ipda Rudi Soik

Perpol Nomor 7 Tahun 2022: Penerapan Kode Etik Profesi dalam Kasus PTDH Ipda Rudi Soik

Tribratanewsntt.com - Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri menjadi landasan penting dalam menegakkan disiplin dan etika di lingkungan Polri. Aturan ini mengatur perilaku anggota Polri dalam menjalankan tugas serta hubungannya dengan institusi, negara, dan masyarakat. Dalam kasus PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat) Ipda Rudi Soik, penerapan peraturan ini menjadi dasar yang kuat untuk menjatuhkan sanksi administratif tertinggi tersebut.

Kode Etik Profesi Polri (KEPP)
Kode Etik Profesi Polri yang diatur dalam Perpol Nomor 7 Tahun 2022 mencakup empat aspek utama:
1. Etika Kepribadian – Anggota Polri diwajibkan menjunjung tinggi nilai-nilai keimanan, ketakwaan, dan profesionalisme.
2. Etika Kenegaraan – Anggota Polri harus setia kepada NKRI, Pancasila, dan UUD 1945 serta menjaga keamanan dan ketertiban nasional.
3. Etika Kelembagaan – Setiap anggota Polri wajib menjaga citra dan kehormatan lembaga serta bertindak profesional dalam melaksanakan tugas.
4. Etika dalam Hubungan dengan Masyarakat – Anggota Polri harus memberikan pelayanan yang adil, jujur, dan menghormati martabat masyarakat.

Kasus PTDH Ipda Rudi Soik dan Pelanggaran KEPP
Ipda Rudi Soik dikenakan sanksi PTDH setelah terbukti melakukan beberapa pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Polri. Dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP), Rudi Soik disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) b, c dan Pasal 10 ayat 1 huruf a angka 1, huruf d Perpol Nomor 7 Tahun 2022. Pasal-pasal ini mengatur tentang kewajiban anggota Polri untuk menjaga etika kelembagaan, melaksanakan tugas sesuai norma hukum, dan bertindak profesional dalam menjalankan tugas.

Pelanggaran yang Dilakukan:
1. Pasal 5 ayat (1) b – Ipda Rudi Soik gagal menjaga citra dan kehormatan Polri dalam menjalankan tugasnya, terutama dalam penyelidikan kasus BBM yang melibatkan tindakan tidak sesuai prosedur.
2. Pasal 5 ayat (1) c – Ia tidak menjalankan tugas sesuai dengan visi dan misi Polri, yang berlandaskan asas pelayanan publik dan profesionalisme.
3. Pasal 10 ayat (1) huruf a angka 1, huruf d – Rudi Soik melampaui kewenangannya dengan memasang garis polisi pada lokasi tanpa barang bukti yang mendukung, melanggar prinsip penggunaan wewenang secara sah dan sesuai prosedur.

Riwayat Pelanggaran yang Memberatkan
Selain pelanggaran terkait dengan kasus BBM, Ipda Rudi Soik juga telah melakukan serangkaian pelanggaran kode etik dan disiplin yang berulang. Riwayat pelanggaran ini semakin memberatkan posisinya dalam sidang KKEP.Beberapa pelanggaran tersebut mencakup tindakan ketidakpatuhan dalam melaksanakan tugas dan perilaku tidak kooperatif dalam persidangan

Catatan mengenai pelanggaran berulang ini menunjukkan bahwa Rudi Soik tidak menunjukkan itikad baik untuk memperbaiki diri meskipun telah diberikan kesempatan melalui berbagai sanksi sebelumnya. Oleh karena itu, Komisi Kode Etik memutuskan bahwa Rudi Soik tidak layak lagi untuk dipertahankan sebagai anggota Polri. Pelanggaran berulang ini menandakan ketidakmampuan untuk menjalankan tugas sesuai dengan standar etika profesi yang ditetapkan dalam Perpol Nomor 7 Tahun 2022.

Dampak Pelanggaran dan Sanksi PTDH
Sidang KKEP menyimpulkan bahwa tindakan Ipda Rudi Soik merupakan pelanggaran yang merusak citra dan kehormatan Polri. Pelanggaran tersebut tidak hanya menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri, tetapi juga menunjukkan ketidakprofesionalan dalam menjalankan tugas. Berdasarkan hasil sidang, Rudi Soik dinyatakan tidak layak lagi untuk melanjutkan tugas sebagai anggota Polri.

Sebagai sanksi, sesuai dengan Pasal 110 dalam Perpol Nomor 7 Tahun 2022, PTDH dijatuhkan kepada Rudi Soik sebagai hukuman administratif terberat yang dapat dikenakan kepada anggota Polri yang melakukan pelanggaran. Sanksi ini diterapkan untuk menjaga integritas dan kredibilitas institusi Polri.

Penegakan Kode Etik dan Integritas Polri
Kasus Ipda Rudi Soik menunjukkan bahwa Polri tidak mentolerir pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Polri. Setiap anggota yang terbukti melanggar kode etik atau disiplin akan ditindak tegas melalui mekanisme yang transparan dan adil. PTDH merupakan langkah terakhir yang diambil ketika pelanggaran tersebut berdampak besar pada reputasi dan kepercayaan publik terhadap Polri.

Dengan penerapan Perpol Nomor 7 Tahun 2022, Polri menegaskan komitmennya untuk menjaga profesionalisme dan integritas anggotanya. Kasus Rudi Soik menjadi contoh bagaimana pelanggaran dapat berujung pada sanksi terberat, termasuk PTDH.

Kesimpulan
Penerapan Perpol Nomor 7 Tahun 2022 dalam kasus Ipda Rudi Soik menegaskan pentingnya menjaga etika dan profesionalisme di tubuh Polri. Serangkaian pelanggaran kode etik dan disiplin yang berulang membuat Ipda Rudi Soik tidak lagi layak untuk dipertahankan sebagai anggota Polri. Melalui sidang KKEP, sanksi PTDH dijatuhkan sebagai bentuk komitmen Polri dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik.