Di Balik Panggung Kode Etik : Peran Strategis Pendamping Sebagai Kuasa Hukum Terduga Pelanggar

Di Balik Panggung Kode Etik : Peran Strategis Pendamping Sebagai Kuasa Hukum Terduga Pelanggar

(Penulis: Aiptu Immanuel, S.H., M.H.)

Menjadi anggota Polri adalah perjalanan panjang yang penuh dengan pengabdian, namun tak selalu bebas dari badai permasalahan. Ada yang lahir dari kelalaian kita sendiri, ada pula yang datang tanpa bisa kita hindari. Dan ketika ujian itu menjelma menjadi perkara Kode Etik Profesi Polri, jalan terasa semakin berat dan terjal. Di titik itulah, seorang Pendamping terduga pelanggar bukan sekadar menjadi kuasa hukum, melainkan bagai cahaya yang menuntun di tengah persidangan.

Menjadi Pendamping terduga pelanggar bukanlah sekadar formalitas. Ia adalah penuntun, penasihat, sekaligus perisai yang memastikan terduga pelanggar tidak kehilangan hak-haknya. Berdasarkan Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang KEPP dan KKEP, untuk menjadi Pendamping haruslah seorang anggota Polri yang berpendidikan sarjana hukum dan/atau sarjana ilmu kepolisian, memiliki surat perintah dari kasatker atau surat kuasa dari terduga pelanggar. Selain itu, Pendamping juga harus memahami cara beracara, sebaiknya berpengalaman dalam beracara di KKEP, serta tidak sedang terlibat dalam masalah hukum.

Pendamping bagaikan seorang advokat internal yang berhak untuk mendampingi terduga pelanggar sejak pemeriksaan awal, menerima salinan berita acara, hingga mengajukan pertanyaan dalam pemeriksaan silang di persidangan KKEP yang bisa membuka sisi lain fakta di persidangan. Bahkan Pendamping juga berhak mengajukan saksi meringankan, barang bukti, hingga membela habis-habisan melalui nota pembelaan.

Maka saat kita mendengar kata “Pendamping”, janganlah membayangkan sosok yang hanya duduk diam mendampingi dan memohon maaf. Ia adalah bagian dari perjuangan. Ia adalah pengingat bahwa dalam setiap proses KKEP ada prinsip besar yang harus tetap dijaga, yaitu hak untuk didampingi, hak untuk membela diri, dan hak untuk tidak dibiarkan berjalan sendirian.

Pendamping adalah kawan seperjuangan di tengah badai sidang kode etik, yang keberadaannya mengingatkan bahwa, “Kamu tidak sendirian. Hak-hakmu tetap harus dihormati.”

Karena setiap seragam yang dikenakan adalah simbol kehormatan, dan kehormatan itu hanya bisa dijaga jika setiap orang diberi ruang untuk membela diri dengan bermartabat. Maka Pendamping bukan hanya saksi bisu di ruang sidang — ia adalah saksi hidup bahwa keadilan tidak boleh kehilangan wajahnya.

Dan pada akhirnya, sebagai seorang anggota Polri yang setia kepada institusi, sidang KKEP bukan hanya tentang siapa yang salah atau benar, tetapi tentang bagaimana agar institusi ini tetap berdiri tegak — dengan aturan, dengan martabat, dan dengan hati nurani.